Kamis, 14 November 2013

penerapan perbankan

Bank dan industri perbankan secara keseluruhan sebagai lembaga intermediasi sektor  keuangan, memiliki  peran  penting  dalam  perekonomian suatu  negara.  Secara mikro,  bank berfungsi menyalurkan dana dari nasabah yang memiliki kelebihan dana kepada pelaku  usaha  dan  perorangan  yang membutuhkan  dana  dalam rangka memperlancar  usaha dari pihak‐pihak yang berkepentingan. Secara makro, industri perbankan berperan  sebagai  sumber  pembiayaan  bagi  perkembangan  perekonomian  dan  sebagai sarana  dalam pelaksanaan kebijakan moneter.  Perkembangan industri perbankan Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang sangat  pesat,  baik  dari sudut  pertumbuhan  aset,  jenis  produk  yang  ditawarkan  antara  lain  sebagai akibat berkembangnya bank sebagai konglomerasi, maupun teknologi informasi yang  digunakan.  Perkembangan tersebut telah mengakibatkan  persaingan  antar  bank menjadi  semakin  ketat.  Kondisi  ini  akan  terus  berlangsung,  bahkan  akan  semakin  meningkat dengan akan terbentuknya masyarakat ekonomi ASEAN pada tahun 2015. 

 Sebagai respon dari pentingnya pelaksanaan GCG oleh masing‐masing bank, dalam BASEL  III  antara  lain  dilakukan  perubahan  kriteria  kesehatan  bank  sehingga  didalamnya  termasuk  pelaksanaan GCG. Hal  ini  juga telah  direspon  oleh  pengatur  dan  pengawas  bank di Indonesia dalam bentuk ketentuan tentang kesehatan bank.  

Berdasarkan pertimbangan‐pertimbangan sebagaimana tercantum pada butir 1 sampai dengan  butir  3  diatas,  KNKG  memandang  perlu  untuk  menerbitkan  Pedoman  GCG  Perbankan Indonesia tahun 2012 sebagai pengganti Pedoman GCG Perbankan Indonesia  tahun 2004. Pedoman ini disebut Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia, tetapi implementasinya  hanya  diperuntukkan  bagi  bank  umum  yang  secara  keseluruhan 
mempunyai pangsa pasar lebih dari 95 persen.  Sistematika Pedoman ini berbeda dengan sistematika pedoman yang dikeluarkan pada
  tahun 2004, terutama yang berkaitan dengan GCG sebagai sistem. Disamping itu best 
practices  diperluas  dan  dicantumkan  didalam  pedoman  ini  sebagai  faktor‐faktor 
penunjang pelaksanaan GCG Perbankan.  

7. Pedoman disusun dalam dua versi yaitu : (i) Versi pendek yang memuat prinsip dasar; 
dan (ii) Versi panjang yang memuat baik prinsip dasar maupun pedoman pelaksanaan. 
2
 Pedoman  dibawah ini merupakan versi pendek yang hanya memuat prinsip dasar yang
harus  menjadi pedoman bagi bank‐bank umum di Indonesia dalam menerapkan Good
Corporate Governance.  
daftar pustaka


Selasa, 12 November 2013

CSR dan Kepedulian Perusahaan

CSR dan Kepedulian Perusahaan
24 Mei 2011 08:52

Dunia bisnis kini semakin merasakan pentingnya berbagi dan memiliki kepedulian. Walaupun awalnya kerangka kepedulian ini banyak yang merasakannya sebagai sebuah keterpaksaan. Namun kini tidak sedikit yang menyadari ada sejumlah nilai posistif yang akan kembali ke perusahaan. Kepedulian yang dilakukan perusahaan kini identik dengan istilah CSR (Corporate Social Responsibility).

CSR kini menjadi isu penting di dunia bisnis dan semakin marak diterapkan perusahaan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Menguatnya terpaan prinsip good corporate gorvernance telah mendorong CSR semakin menyentuh ”jantung hati” dunia bisnis. Di Indonesia, CSR sekarang dinyatakan lebih tegas lagi dalam UU PT No. 40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan DPR.

Sejumlah pendapat lama tentang bisnis yang hanya mengejar keuntungan semata (profit) sebagaimana dinyatakan salah satunya oleh Milton Friedman. Bahwa tujuan utama korporasi adalah memperoleh profit semata, semakin ditinggalkan. Sebaliknya, konsep triple bottom line (profit, planet, people) yang digagas John Elkington kini semakin masuk ke mainstream etika bisnis.

Phillip Kotler dan Nancy Lee dalam bukunya ”Corporate Social Responsibility, Doing the Most Good for Your Company and Your Cause” (2005), mengidentifikasi enam pilihan program bagi perusahaan untuk melakukan inisiatif dan aktivitas yang berkaitan dengan berbagai masalah sosial sekaligus sebagai wujud komitmen dari tanggung jawab sosial perusahaan. Keenam inisiatif sosial yang bisa dieksekusi oleh perusahaan adalah :

1. Cause Promotions dalam bentuk memberikan kontribusi dana atau penggalangan dana untuk meningkatkan kesadaran akan masalah-masalah sosial tertentu seperti, misalnya, bahaya narkotika.

2. Cause-Related Marketing bentuk kontribusi perusahaan dengan menyisihkan sepersekian persen dari pendapatan sebagai donasi bagi masalah sosial tertentu, untuk periode waktu tertentu atau produk tertentu.

3. Corporate Social Marketing disini perusahaan membantu pengembangan maupun implementasi dari kampanye dengan fokus untuk merubah perilaku tertentu yang mempunyai pengaruh negatif, seperti misalnya kebiasaan berlalu lintas yang beradab.

4. Corporate Philantrophy adalah inisitiatif perusahaan dengan memberikan kontribusi langsung kepada suatu aktivitas amal, lebih sering dalam bentuk donasi ataupun sumbangan tunai.

5. Community Volunteering dalam aktivitas ini perusahaan memberikan bantuan dan mendorong karyawan, serta mitra bisnisnya untuk secara sukarela terlibat dan membantu masyarakat setempat.

6. Socially Responsible Business Practices, ini adalah sebuah inisiatif dimana perusahaan   mengadopsi dan melakukan praktik bisnis tertentu serta investasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas komunitas dan melindungi lingkungan.

Manfaat CSR Bagi Corporate

Dalam implementasinya, terkadang sejumlah perusahaan kurang memahami apakah kegiatan sosial yang dilakukan perusahaan sudah termasuk bagian dari kegiatan CSR atau sekedar kepedulian spontanitas saja. Dalam prakteknya, masih ada perusahaan yang sekadar membagi-bagikan mie instan saat bencana alam atau menyumbang uang kepada Karang Taruna untuk perayaan 17 Agustusan, sudah merasa melakukan CSR.

Tiga lembaga internasional independen, Environics International (Kanada), Conference Board (AS), dan Prince of Wales Business Leader Forum (Inggris) melakukan survey tentang hubungan antara CSR dan citra perusahaan. Survey dilakukan terhadap 25 ribu konsumen di 23 negara yang dituangkan dalam The Millenium Poll on CSR pada tahun 1999.

Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas responden (60%) menyatakan bahwa CSR seperti etika bisnis, praktik sehat terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, merupakan unsur utama mereka dalam menilai baik atau tidaknya suatu perusahaan. Sedangkan faktor fundamental bisnis, seperti kinerja keuangan, ukuran perusahaan, strategi perusahaan atau manajemen, hanya dipilih oleh 30% responden.

Sebanyak 40% responden bahkan mengancam akan ”menghukum” perusahaan yang tidak melakukan CSR. Separo responden berjanji tidak akan mau membeli produk perusahaan yang mengabaikan CSR. Lebih jauh, mereka akan merekomendasikan hal ini kepada konsumen lain.
Bila kita kelompokkan, sedikitnya ada empat manfaat CSR terhadap perusahaan yaitu :

1. Brand differentiation. Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, CSR bisa memberikan citra perusahaan yang khas, baik, dan etis di mata publik yang pada gilirannya menciptakan customer loyalty. The Body Shop dan BP (dengan bendera “Beyond Petroleum”-nya), sering dianggap sebagai memiliki image unik terkait isu lingkungan.

2. Human resources. Program CSR dapat membantu dalam perekrutan karyawan baru, terutama yang memiliki kualifikasi tinggi. Saat interview, calon karyawan yang memiliki pendidikan dan pengalaman tinggi sering bertanya tentang CSR dan etika bisnis perusahaan, sebelum mereka memutuskan menerima tawaran. Bagi staf lama, CSR juga dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi dalam bekerja.

3. License to operate. Perusahaan yang menjalankan CSR dapat mendorong pemerintah dan publik memberi ”ijin” atau ”restu” bisnis. Karena dianggap telah memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas.

4. Risk management. Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan. Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan lingkungan. Membangun budaya ”doing the right thing” berguna bagi perusahaan dalam mengelola resiko-resiko bisnis.

Melihat perkembangan yang ada, kini banyak perusahaan mulai memiliki pandangan positif terhadap CSR. Pandangan ini bergeser dari cara pandang underestimate bahkan ke overestimate. Jika pada masa lalu pandangan terhadap CSR lebih banyak dipengaruhi Milton Friedman yang cenderung ”memusuhi” CSR. Kini, pandangan sejumlah perusahaan terhadap CSR lebih positif, bahkan terkadang overestimate. Seakan-akan CSR adalah panacea yang bisa menyembuhkan penyakit apa saja. Padahal, manfaat CSR terhadap perusahaan tidaklah ”taken for granted” dan secara otomatis.

Dalam prakteknya, tidak semua yang dianggap positif oleh sebuah perusahaan bisa dengan serta merta diadopsi oleh perusahaan lain, termasuk pula dalam hal keberhasilan pengelolaan CSR ini. Pengalaman sukses yang dianggap menguntungkan sebuah perusahaan harus benar-benar dicermati secara empiris, benarkah bisa juga berlaku universal. Karena lewat sejumlah peristiwa yang ada, ternyata bukti-bukti empiris yang ada menunjukan bahwa kesuksesan pengelolaan CSR juga ternyata ada pada kondisi-kondisi tertentu saja. Begitu ia di copy paste dalam kondisi yang berbeda, ternyata hasilnya pun bisa berbeda.

CSR yang dilakukan perusahaan dalam kenyataannya merupakan wujud berbagi kepedulian. Namun dalam implementasinya, sebuah perusahaan perlu dengan cermat memastikan bagaimana pola dan metode yang akan dilakukannya bisa sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Terutama dalam konteks ini bila menyangkut hal yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat. Sukses tidaknya pengelolaan CSR juga tergantung pada bagaimana komunikasi dan pendekatan pihak perusahaan dengan masyarakat penerima manfaat CSR.

Ada baiknya memang, perusahaan yang ingin mengimplementasikan CSR mereka bisa mengajak pihak lain untuk melakukan agenda ini. Pihak lain ini setidaknya merupakan para professional dalam hal implementasi program CSR yang biasanya selama ini mereka berorientasi non profit. Mereka dalam kenyataannya bisa saja NGO atau LSM yang memiliki legalitas yang jelas dan berpengalaman menangani CSR. Fortopolio mereka juga harus dilihat, bagaimana kiprahnya selama ini dan dengan siapa saja mereka telah bekerja.

Dengan menggandeng pihak profesional, perusahaan bisa fokus pada pengawasan program serta evaluasinya. Dengan fokus pada evaluasi yang ada, perusahaan bisa dengan cepat mengambil keputusan, apakah dinilai berhasil atau gagal. Dengan demikian para pengambil kebijakan akan dengan mudah dan cepat pula mengambil kebijakan programnya akan diperbesar skalanya atau malah dihentikan sama sekali.

http://csr.pkpu.or.id/about/csr-management